Senin, 13 Mei 2013

video d kampungku brayy


kp.MAHMUD


Kampung Mahmud - Lokasi dan Lingkungan

Secara administratif Kampung Mahmud termasuk ke dalam wilayah Desa Mekarrahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung. Posisi tepatnya, Kampung Mahmud, berada di RW 04, dengan hanya dua RT di dalamnya, yakni RT 01 dan RT 02.
Tempat itu cukup mudah dijangkau dari Kota Bandung, baik dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Ada beberapa aternatif rute yang dapat ditempuh menujuKampung Mahmud, khususnya dengan kendaraan umum. Pertama, dari terminal Kebun Kelapa menggunakan angkutan kota dengan rute Kebun Kelapa -Cibaduyut, lalu berhenti di terminal Tegallega. Dari terminal tersebut, menggunakan angkutan kota dengan rute Tegallega-Mahmud, kemudian berhenti di lokasi Kampung Mahmud. Di bawah pukul 09.00 WIB, angkutan tersebut biasanya hanya sampai Bumi Ash I. Untuk melanjutkan perjalanan ke Kampung Mahmud, tersedia delman atau ojeg.
Alternatif kedua, dari terminal Kebun Kelapa menggunakan angkutan kota dengan rute Kebun Kelapa - Cibaduyut, lalu turun di terminal Leuwi Panjang. Dari terminal itu naik angkutan kota dengan jurusan Cipatik, lau berhenti di Rahayu. Selanjutnya naik ojeg menuju Kampung Mahmud. Perjalanan melalui kedua rute tersebut menghabiskan waktu lebih kurang 90 menit.
Mengenali Kampung Mahmud cukup mudah, karena ada gapura bertuliskanMaqom Mahmud. Itu artinya, tempat yang dituju sudah ada di depan mata. Makom Mahmud sendiri merupakan tempat makam keramat yang banyak dikunjungi para peziarah, baik dari lingkungan setempat maupun dan luarkampung Mahmud.

Kampung Mahmud menempati lokasi yang terpisah dengan perkampungan Iainnya. Batas-batas yang mengelilingi kampung Mahmud adalah SungaiCitarum. Tepatnya, batas Kampung Mahmud di sebelah barat, selatan, dan timur adalah Sungai Citarum lama. Adapun di sebelah utara, Kampung Mahmud berbatasan dengan Sungai Citarum baru.
Kampung Mahmud juga menempati satu dataran yang agak rendah atau lengkob dalam bahasa Sunda. Meskipun demikian, tempat tersebut tidak pemah mengalami banjir. Dalam pandangan masyarakat Mahmud, itu berkat tuah atau barokah dari tanah karomah yang menjadi asal-usul kampung tersebut.
Secara geografis, Kampung Mahmud memang berada di pinggiran Sungai Citarum dan agak terpisah dari perkampungan lain di sekitamya.

Kondisi geografis seperti itu tidak menutup peluang warga Mahmud berkomunikasi dengan orang luar Kampung Mahmud. Pertama, ada sarana transportasi berupa jembatan kokoh dan mulus di atas Sungai Citanam yang mempermudah keluar masuknya berbagai alat transportasi ke tempat tersebut. Kedua, media komunikasi berupa telepon pun sudah mulai masuk. Dengan demikian, mudah bagi mereka menjalin komunikasi dengan dunia luar. Dalam hal ini, termasuk juga mengenal dunia luar melalui media elektronik seperti radio dan televisi; juga media cetak seperti surat kabar, majalah, atau buku. Selain itu, mereka sudah terbiasa dengan kunjungan para peziarah dari daerah lain.

Sabtu, 11 Mei 2013

KAMPUNG MAHMUD


Kampung Adat di Kelokan Sungai

Jika Anda berjalan-jalan menyusuri Sungai Citarum, masuk ke daerah Cilampeni menuju Curug Jompong, mampirlah ke Kampung Mahmud, sebuah kampung  kecil yang terletak di salah satu kelokan Sungai Citarum yang kini sudah diluruskan.
Kampung Mahmud secara administratif masih masuk ke dalam wilayah Desa Mekarrahayu, Kecamatan Margaasih, Kabupaten Bandung.
Ciri tanda masuk kampung  ini adalah papan nama “Makom Mahmud”.
Yang menjadi ciri khas desa ini adalah sebagian besar bangunan rumah warganya terbuat dari bambu dan bentuknya masih berupa rumah panggung. Menurut sumber-sumber literatur yang ada, hal ini merupakan bagian dari adat dari kampung  ini, yaitu melarang masyarakatnya membuat bangunan dari tembok, memelihara binatang ternak seperti kambing dan angsa.
Namun Kampung Mahmud saat ini berbeda. Di sana-sini terdapat bangunan bertembok bata. Binatang ternak seperti kambing pun terlihat di desa ini.
Kampung Mahmud, dengan penduduk sekitar 200 kepala keluarga dengan luas daerah sekitar 4 hektar, terdapat makam-makam tokoh agama dan pendiri kampung  Mahmud. Sehingga kampung  ini ramai dikunjungi oleh pengunjung untuk berziarah, terutama di malam Jumat, atau di hari-hari besar umat Islam lainnya.
Konon, pendiri Kampung Mahmud, Embah Eyang Abdul Manaf, masih keturunan Syarif Hidayatullah, seorang wali yang berasal dari Cirebon. Nama Mahmud, menurut cerita, diambil dari nama tempat ketika Embah Eyang Abdul Manaf naik haji ke Mekkah.
Menurut cerita turun temurun, segenggam tanah yang dibawa beliau dari Mekkah mengubah rawa yang terletak di belakang kampung  ini menjadi lahan kering, sehingga dapat dibangun permukiman warga hingga sekarang.
Dede (38 tahun), seorang warga Kampung Mahmud yang ditemui sedang mengerjakan sawahnya mengatakan di belakang kampung  ini terdapat hutan yang menurut adat Sunda adalah hutan larangan. Hutan larangan adalah kearifan setempat untuk menjaga kelestarian lingkungan dengan menetapkan daerah-daerah yang dilindungi, dimana pohon tidak boleh ditebang dan binatang tidak boleh diburu.
    Senyum anak - anak Kampung Muhmud  Bekas sungai Citarum yang masih digunakan
“Tapi sejak jaman Belanda pun, hutan larangan ini sudah ditebang dan berubah menjadi kebun” kata Dede.
Pada tahun 2000, Sungai Citarum yang mengalir melalui kampung  Mahmud ini diluruskan. Bekas sungai Citarum lama masih dapat ditemui di belakang kampung  ini. Airnya relatif masih bersih dibandingkan dengan Sungai Citarum baru.
“Dulu warga menggunakan Sungai Citarum untuk mandi, cuci dan mengambil air untuk minum dan memasak. Ketika mulai banyak limbah, warga tidak berani memakai air sungai, maka di kampung  ini warga menggunakan sumur tanah.” Cerita Dede.
Sungai Citarum lama masih dimanfaatkan warga kampung  untuk memancing dan beternak ikan. Pohon-pohon bambu di sekitar sungai lama memberikan keteduhan sehingga kegiatan memancing atau sekedar bersantai sering dilakukan bukan saja oleh warga kampong, namun juga masyarakat pengunjung.
Gambaran kehidupan relijius terlihat dari penampilan warga Kampung Mahmud. Terlihat rata-rata kaum laki-laki menggunakan sarung dan baju koko untuk beraktivitas, sedangkan kaum perempuannya menggunakan penutup kepala seperti selendang atau jilbab.
Untuk pekerjaan sehari-hari, mayoritas penduduk kampung  bekerja sebagai petani. Usaha pembuatan mebel dari kayu pun terlihat di berbagai sudut kampung.
Sayangnya ketika mengunjungi Kampung Mahmud, para tetua yang memahami sejarah kampung ini sedang tidak berada di tempat, sehingga keingintahuan lebih jauh mengenai asal usul dan adat istiadat kampung apik di kelokan Sungai Citarum ini terpaksa harus ditunda di lain waktu.

Jumat, 03 Mei 2013

Inilah foto-foto kampungku yaitu KAMPUNG M A H M U D









SEJARAH KAMPUNG MAHMUD


Raden Haji Abdul Manaf, Ulama Sunda di Bandung Selatan Abad ke-17/18

Raden Haji Abdul Manaf disebut juga Eyang Dalem Mahmud adalah seorang ulama Sunda yang hidup pada abad peralihan abad ke-17/18, hidup diperkirakan antara tahun 1650–1725. Hingga saat ini, riwayat ulama ini belum banyak diketahui. Belum ada penelitian mendalam yang mengungkap peranannya di Kota Bandung pada abad tersebut. Tentang tempat asalnya, beredar dua versi: dari keturunan Cirebon dan dari keturunan Mataram. Mungkin, dari Mataram, ke Cirebon terus ke Bandung. Tapi melihat para leluhurnya, ia adalah seorang keturunan Sunda. Bukti pasti bahwa ia seorang ulama berpengaruh adalah makamnya yang dianggap keramat dan hingga kini banyak diziarahi banyak orang. Selain makam, ia pun meninggalkan peninggalannya yaitu sebuah kampung unik yang disebut Kampung Mahmud di Desa Mekar Rahayu, Kecamatan Marga Asih. Kampung ini berada dipinggiran Sungai Citarum yang melewati kawasan Bandung Selatan. Letaknya yang di pinggiran sungai ini, membuat kampung ini eksklusif, menutup komunikasi langsung sehari-hari warganya dengan dunia luar sehingga dalam waktu cukup lama keaslian tradisinya terjaga. Keunikannya adalah, rumah-rumah di kawasan Mahmud bentuknya sama yaitu rumah panggung, pantangan memakai kaca, menggali sumur dan bertembok. Kemudian, dilarang menyetel musik dan memelihara binatang. Namun, seperti akan diuraikan, nilai-nilai adat ini kini sudah banyak dilanggar. Keadaan mulai banyak berubah. Riwayat Haji Abdul Manaf
[1] Menurut tradisi lisan, diceritakan oleh Raden Haji Mangkurat Natapradja (Lurah Desa Babakan Ciparay tahun 1915-1950), bahwa bupati saat itu bernama Dalem Dipati Agung Suriadinata. Ia mempunyai putra bernama Dalem Natapradja. Natapraja ini adalah ayahnya Raden Haji (RH) Abdul Manaf atau dikenal dengan sebutan Dalem Mahmud. Suatu saat, RH. Abdul Manaf pergi menunaikan haji ke Mekkah. Ketika ia berada di depan Ka’bah ia bermunajat kepada Allah dan mendapat ilham (wangsit) berbentuk perintah: “Kamu harus mengambil segenggam tanah dari pelataran Ka’bah ini untuk dibawa pulang ke tanah air. Setibanya di kampung halamanmu, tanah itu harus ditebarkan di sekitar rumah kemudian namailah kampungmu itu dengan nama Mahmud. Kemudian kampung Mahmud itu harus dijadikan kawasan “haram” (tanah suci) yang tidak boleh dikunjungi dan diinjak oleh seseorang yang tidak beragama Islam. Selanjutnya, tandailah dengan sebuah tugu yang menjadi tanda bahwa tanah itu adalah tanah haram.” Sepulang dari Mekkah, Abdul Manaf melaksanakan perintah itu. Kampung Mahmud itu bertahan beratus-ratus tahun berhasil menjadi kampung yang terjaga sesuai pesan dari Mekkah itu. Setelah kampung itu bernama Mahmud, tempat itu berkembang menjadi salah satu pusat pelajaran spiritual Islam
[2] terkenal di tatar Sunda dan sekaligus menjadi sebuah tempat perlindungan (persembunyian) dan pengayoman bagi mereka yang mencari perlindungan. Sebuah kisah diceritakan R. Endih Natapraja dan pernah ditulis oleh R. Suandi Natapraja sebagai berikut: Suatu ketika, Eyang Dalem Mahmud kedatangan seoang pria setengah baya yang mengaku berasal dari daerah timur bernama Zainal Arif. Tamu itu menceritakan bahwa kedatangannya dalam rangka melarikan diri karena ia dituduh membahayakan keamanan penguasa Kolonial Belanda. Setelah menempuh perjalanan sekian jauh, atas petunjuk beberapa orang yang ditemuinya, sampailah ia ke kawasan Mahmud tersebut dan menemui RH. Abdul Manaf. Ia kemudian memohon perlindungan. Abdul Manaf menerimanya dan menjadikannya sebagai murid serta pengikutnya. Setelah sekian lama mengikuti pelajaran, ternyata didapati bahwa Zainal Arif adalah seorang pemuda yang pandai, cerdas dan cekatan dalam menerima pelajaran yang diberikan. Karena ia pun menunjukkan kesetiaannya sebagai murid Eyang, ia pun akhirnya dinikahkah dengan salah seorang keturunannya kemudian diberi gelar Eyang Agung. Zainal Arif yang telah menjadi menantu Eyang Dalem kemudian berpengaruh dan tumbuh menjadi “Eyang kedua.” Eyang Dalem Mahmud Haji Abdul Manaf diperkirakan wafat tahun 1725. Dari catatan keturunannya yang masih hidup hingga sekarang, terdapat urutan silsilahnya leluhur dan keturunannya sebagai berikut:
Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)
Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
Parubu Pucuk Umum (Siliwangi III)
Prabu Anggalarang (Siliwangi IV)
Prabu Seda (Siliwangi V)
Prabu Guru Bantangan
Prabu Lingga
Pakuan Panandean Ukur
Dipati Ukur Ageung
Dipati Ukur Anom
Dipati Ukur Delem Suriadinata
Dalem Nayadireja (Sontak Dulang)
Raden Haji Abdul Manaf
Raden Saedi
Raden Jeneng
Raden Jamblang
Raden Brajayuda Sepuh (Jagasatru I)
Raden Haji Abdul Jabar (Jagasatru II)
Raden Brajayuda Anom (Jagasatru III)
Raden Haji Mangkurat Natapradja (H. Abdulmanap)
Sedangkan silsilah Zainal Arif, nyambung kepada Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya.
Syekh Abdul Muhyi
Sembah Dalem Bojong
Sembah Eyang Samadien
Sembah Eyang Asmadien
Sembah Eyang Zainal Arif
Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah)
[3]Komplek Makam Raden Haji Abdul Manaf dikebumikan di bawah pohon beringin yang rindang berdekatan dengan makam Zainal Arif, berjarak sekitar 15 meter. Tugu yang dibangun berdasarkan ilham di tanah suci hingga kini terpelihara karena dilestarikan dengan dibangun sebuah bangunan yang tertutup dan terkunci, dikelilingi pagar besi dan beratap. Makam RH. Abdul Manaf merupakan makam utama dibangun dari lempengan batu murni berbentuk segi empat. Di sekitarnya, terdapat pula beberapa makam murid dan keluarga dekat Abdul Manaf. Komplek makam ini cukup nyaman sebagai tempat ziarah yang sepertinya dibangun sengaja untuk para penziarah. Ziarah pada saat hari-hari besar Islam seperti bulan Maulud dan Rajab melebihi jumlah hari-hari biasa. Sejarah dan Nilai Strategis Kampung Mahmud Hingga saat ini, kampung Mahmud masih sebagai kampung “tertutup” atau “tanah haram” yang hanya boleh dikunjungi oleh orang yang beragama Islam. Untuk menjaga keutuhan kampung, hanya terdapat satu jalan masuk yang dipintunya memakai gapura atau portal bertuliskan “Kampung Mahmud.” Askes ke Kampung Mahmud sekarang semakin mudah dengan angkutan umum langsung ke lokasi. Sepanjang pengetahuan kuncen, sejak zaman Belanja, kemudian Jepang, kampung Mahmud hingga saat ini belum pernah diinjak oleh orang non-Muslim. Karenanya, tidak ditemukan orang asing disini atau non-pribumi yang berani membuka usaha. Semua kegiatan ekonomi atau perniagaan dipegang oleh orang-orang pribumi. Di kawasan luar kampung, baru ditemui beberapa toko dan usaha kelompok “non-pribumi.” Adat Kampung Mahmud melarang pembunyian alat-alat musik, beduk dan pemeliharaan hewan piaraan. Lokasi di pinggiran Citarum ternyata adalah pilihan strategis Raden Haji Abdul Manaf dalam situasi penjajahan Belanda. Kampung Mahmud dulunya adalah rawa-rawa yang sulit dilalui. Daerah itu dikelilingi Sungai Citarum lama dan sepotong Sungai Citarum baru. Secara geologis, daerah yang kini dihuni sekitar 400 keluarga tersebut berbentuk cekungan. Tempat yang menjorok dari kota dan terpisahkan oleh Sungai Citarum membuat kampung ini sulit tersentuh oleh Belanda sehingga aman sebagai tempat persembunyian dan untuk mengembangkan ajaran Islam. Larangan menyembunyikan alat-alat musik, pewayangan, gamelan, beduk dan pemeliharaan binatang (terutama kambing dan angsa) bukanlah mitos atau paham keagamaan kolot melainkan sebuah kearifan tradisional. Larangan itu adalah amanat RH. Abdul Manaf agar tidak menimbulkan kebisingan yang bisa mengundang kecurigaan dan kehadiran pihak penjajah Belanda ke kampung itu. Jadi, dari berbagai sisi, RH. Abdul Manaf berusaha menjadikan tempat itu sebuah kampung yang aman dan nyaman sebagai tempat persembunyian. Di sisi lain, sebagai ulama, ia juga mengajarkan dan menanamkan rasa kebersamaan, kesederajatan sosial, saling membantu dan sikap gotong royong seperti yang diajarkan Islam. Ajaran ini ditanamkannya melalui amanat pembuatan rumah yang sama yaitu bentuk panggung. Sedangkan larangan bangunan bertembok, pembuatan sumur dan pemasangan kaca karena pertimbangan daerah itu labil. Tembok, sumur dan kaca tidak fleksibel terhadap guncangan dan mudah ambruk. Di sisi lain, larangan ini untuk menanamkan nilai-nilai kesamaan diantara warga penduduk kampung Mahmud. Ajaran-ajaran inilah yang membuat kampung ini aman, tenang dan asri. Dampak Modernisasai: Tak Lagi Asri Namun, sejak pasca pertengahan abad ke-20, perubahan zaman dan modernisasi yang tidak terhindarkan, pengaruh teknologi mulai masuk. Komunikasi dengan dunia luar semakin terbuka. Media komunikasi seperti telepon sudah mulai masuk. Media elektronik seperti radio dan televisi sekarang sudah diterima, termasuk media cetak seperti surat kabar, majalah, atau buku. Mereka juga sudah terbiasa dengan kunjungan para peziarah dari luar. Sebagaimana terjadi di banyak tempat di Indonesia, modernisasi mengakibatkan akibat-akibat buruk di kampung ini: Pertama, sungai Citarum yang dulu bersih dan asri, digunakan oleh masyarakat kampung Mahmud untuk mandi dan mencuci, kini berpolusi limbah pabrik dan tidak bisa digunakan lagi. Ini mendorong penduduk membuat sumur masing-masing. Pada perubahan-perubahan yang sifatnya tidak bisa dihindari dan untuk kebutuhan semua orang, seperti kebutuhan air ini, biasanya para pupuhu disitu berdialog meminta izin dulu kepada Eyang RH. Abdul Manaf. Dan karena direstui, tidak terjadi akibat apa-apa. Kedua, penggunaan alat-alat teknologi modern mulai masuk dan secara kultural merusak keaslian adat dan tradisinya. Televisi banyak merubah cara pandang dan gaya hidup. Selain sikap materialistik mulai tumbuh, gaya bicara remaja-pemuda yang mulai “ngota” (tidak berbahasa Sunda), kini warga Mahmud terbiasa menyaksikan hal-hal yang tidak bermanfaat seperti menyaksikan tayangan-tayangan artis selebritis dan sinetron di televisi. Ketiga, perkembangan ekonomi dan pandangan hidup materialistik mulai merubah tradisi dan nilai-nilai adat kampung Mahmud yang sebelumnya memegang asas kesederajatan dan kebersamaan. Kini rumah-rumah mulai bertembok, memakai genteng mewah dan kaca. Kebun-kebun bambu milik penduduk kampung pun dijual kepada masyarakat kota untuk dijadikan lahan-lahan pemakaman. Atas pelanggaran-pelanggaran itu, menurut Syafe’i, yang dituakan di kampung itu, terbukti mereka yang melanggar biasanya sakit, rumah tangganya tidak rukun, atau ekonominya mandek. “Bukan karena sumpah leluhur, tapi karena perilaku mereka sendiri, kata Syafe’i yang menjelaskan adat masyarakatnya memang menerapkan keseragaman agar masyarakat tak saling menonjolkan diri, berperilaku sederhana, dan menekan rasa sombong. Kini Kampung Mahmud tak lagi asri. Saya tidak tahu, bagaimana nanti kalau mereka sudah meninggal, ke mana mereka akan memakamkan keluarganya?”

SILSILAH KETURUNAN CIGONDEWAH ( VERSI MAMA EYANG ADROI )

SILSILAH KETURUNAN DARI SILIWANGI


MAHARAJA ADIMULYA Puputra
1.Prabu Ciung Wanara
2.Sri Ratu Purbasari
3.Prabu Lingga Hiang

Prabu Lingga Hiang BERPUTRA:2

1. Prabu Lingga Wesi
2. Cakrawati

1. Cakrawati PUPUTRA:
1. Kakasih Raja
2. Kian Santang

1. Prabu Lingga Wesi PUPUTRA:
1.Susuk Tunggal Puputra2.Banyak Larang Puputra3.Banyak Wangi Puputra
4.Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)Puputra
5.Prabu Anggalarang (Siliwangi II) Puputra

Angga Larang BERPUTRA:3
1. Prabu Siliwangi
2. R. Rangga Pupukan
3. Prabu Jaya Pupukan

ISTRI-ISTRI PRABU SILIWANGI:
1. Nyai. Ambet Kasih (Putri ki Gedeng Kasih)
2. Nyai. Subang Larang (Putri ki Gedeng Tapa)

1.       Prabu Linggawastu Prabu Mundingkawati (Siliwangi I)
2.       Prabu Anggalarang (Siliwangi II)
3.       Parubu Pucuk Umum (Siliwangi III)
4.       Prabu Anggalarang (Siliwangi IV)
5.       Prabu Seda (Siliwangi V)
6.       Prabu Guru Bantangan
7.       Prabu Lingga
8.       Pakuan Panandean Ukur
9.       Dipati Ukur Ageung
10.    Dipati Ukur Anom
11.    Dipati Ukur Delem Suriadinata
12.    Dalem Nayadireja (Sontak Dulang)
13.    Raden Haji Abdul Manaf
14.    Raden Saedi
15.    Raden Jeneng
16.    Raden Jamblang
17.    Raden Brajayuda Sepuh (Jagasatru I)
18.    Raden Haji Abdul Jabar (Jagasatru II)
19.    Raden Brajayuda Anom (Jagasatru III)
20.    Raden Haji Mangkurat Natapradja (H. Abdulmanap)
21.   Sedangkan silsilah Zainal Arif, nyambung kepada Syekh Haji Abdul Muhyi di Pamijahan, Tasikmalaya.
Syekh Abdul Muhyi. Di dalam silsilah keturunan Bupati Sukapura, Raden Yudanegara I ini disebutkan sebagai anak kedua Raden Tumenggung Anggadipa Wiradadaha III dan cucu Raden Adipati Wirawangsa Wiradadaha I, Bupati Sukapura yang memerintah pada paruh pertama abad XVII.
Abdul Muhyi, Syeikh Haji (Mataram, Lombok, 1071 H/1650 M-Pamijahan, Bantarkalong, Tasikmalaya, Jawa Barat 1151 H/1730 M). Ulama tarekat Syattariahdi dalam naskah Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah juga disebutkan bahwa ada tiga guru tarekat yang diwarisi tasawuf Pamijahan yaitu: Abdul Qadir Jaelani, Abdul Jabbar dan Abdul Rauf Singkel. Apabila Abdul Qadir Jaelani disebut sebagai ‘wali awal’, maka Abdul Muhyi dianggap sebagai ‘wali penutup’. Kedudukan ini memang dibuktikan oleh kenyataan bahwa setelah wafatnya, keturunan Abdul Muhyi tidak lagi menggunakan gelar Syekh. Istilah ‘wali penutup’ memang menjadi pertanyaan, sebab dalam sejarah Islam wali akan tetap ada setiap zaman, tetapi hanya para ‘wali’ yang mengetahui keberadaan seorang ‘wali’.  
Sebagai keturunan raja, tidak banyak disebutkan dalam Kitab Istiqlal Thariqah Qadariyah Naqsabandiyah perihal garis silsilah bapak, tetapi dijelaskan di dalam naskah lain yang disebut Sejarah Sukapura, yaitu dari Ratu Galuh. Ayah Syekh Abdul  Muhyi yang bernama Lebe Warta Kusumah, yang adalah keturunan ke-6 dari Ratu Galuh. Perkawinan Lebe Warta dengan Sembah Ajeng Tangan Ziah melahirkan dua orang anak: pertama adalah Syekh Abdul Muhyi dan kedua adalah Nyai Kodrat (menjadi isteri Syekh Khotib Muwahid). Dari Syekh Khotib Muwahid ini Syekh Abdul Muhyi mempunyai hubungan kekerabatan tidak langsung dengan Sultan Pajang, Pangeran Adiwijaya (Jaka Tingkir), karena yang terakhir ini merupakan leluhur Sembah Khotib Muwahid.
Silsilah Bupati Sukapura menurut naskah Leiden Cod. Or. 7445 secara Genealogi dimulai dari empat orang isteri Syekh Abdul Muhyi, itupun terutama dari isteri yang pertama (Sembah Ayu Bakta) sebagai leluhur para bupati Sukapura dari pihak ibu, adalah putri dari Sembah Dalem Sacaparana.
Selain itu, R. Ajeng Halimah atau disebut juga Ayu Salamah, putri ketiga dari Raden Tumenggung Anggadipa Wiradadaha III, penguasa Sukapura (Tasikmalaya) waktu itu, dan juga adik bungsu dari Raden Yudanagara I, adalah juga salah seorang istri Syekh Abdul Muhyi.
“MAKOM PAMIJAHAN TASIKMALAYA” :
SYEKH ABDUL MUHYI PAMIJAHAN
22.    Syekh Abdul Muhyi
23.    Sembah Dalem Bojong
24.    Sembah Eyang Samadien
25.    Sembah Eyang Asmadien
26.   Sembah Eyang Zainal Arif
27.    Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah)

“KETURUNAN MAKOM MAHMUD” :

Embah Ta’limudin KH. Marjuki (Mama Prabu Cigondewah) Punya 3 putra:
1Mama Eyang Adra'i (Putra.1 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
2. Eyang Endah 
(Putra.2 Mama Prabu Cigondewah )- di Cigondewah
3) Eyang H Pakih 
(Putra.3 Mama Prabu Cigondewah ) di Cigondewah

“KETURUNAN CIGONDEWAH”:

28.Mama Eyang Adroi ( Putra Pertama  KH.Marjuki/Mama Prabu ) Nikah,Hj.UMI UWAR
(Turunan Ke.2 Cigondewah) Puta-Putri Mama Eyang Adroi
1.R.H.Tjetjep abidin ( Putra pertama Mama Eyang ) nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah bin Aki Dopi/Ajengan Tipar ( Sukabumi )
2. Imas Entang mahiyah( Putri Kedua Mama Eyang)  Nikah , Bpk.Entoh suhanda( Bandung )
3.Imas Hj. Endeh Ta'jiah. ( Putri ketiga Mama Eyang)  Nikah, Bpk H. Aban Subandi ( Turunan Cirebon )
4 Imas Idah widaningsih( Putri Ke Empat Mama Eyang) Nikah ,Bachrudin ( Bandung )
5.Imas Hj.Napisah ( Putri KeLima Mama Eyang )  Nikah, Bp.H.Abidin  ( Cigondewah )
6.R.H.Asep ( Putra Ke Enam Mama Eyang ) Nikah, Hj.Iyay (

(Turunan Ke.3 Cigondewah )Cucu-Cucu Mama Eyang Adroi
1.       Dedy Kurnia  ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra .R.H.Tjetjep abidin ,nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
2.       Wahyu Wibisana( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.R.H.Tjetjep abidin ,nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
3.       Endang Subarnas ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.R.H.Tjetjep abidin ,nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
4.       Ai Kuraesin( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.R.H.Tjetjep abidin , nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
5.       Dede Rohaeni( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.R.H.Tjetjep abidin , nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
6.       Lola Suprihatin( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.R.H.Tjetjep abidin ,nikah ,Ibu Hj.Iyay Rokayah
7.       Euis rohmah, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah,Nikah , Bpk.Entoh suhanda
8.       Ade rukmanah( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah,Nikah , Bpk.Entoh suhanda
9.       Deden rukmana, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah,Nikah , Bpk.Entoh suhanda
10.    Ujang mulyana, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah, Nikah , Bpk.Entoh suhanda
11.    Agus juhandaya( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah,Nikah , Bpk.Entoh suhanda
12.    Mulkan juhara( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Entang mahiyah,Nikah , Bpk.Entoh suhanda
13.    Aceng Makmun ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas.Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah, Bpk H. Aban Subandi
14.    Henny Komala ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas. Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah, Bpk H. Aban Subandi
15.    Deden Komar Priyatna ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas.Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah,Bpk H. Aban Subandi
16.    Asep Machdar ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas. Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah, Bpk H. Aban Subandi
17.    Budi Kusmandar ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas. Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah, Bpk H. Aban Subandi
18.    Syarief Hidayat ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra.Imas.Hj. Endeh Ta'jiah,Nikah, Bpk H. Aban Subandi
19.    Dewi Jayanti( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri.Imas. Hj. Endeh Ta'jiah, Nikah, Bpk H. Aban Subandi
20.    Endang budiman ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra imas.Idah widaningsih ,Nikah , Bachrudin
21.    Neny ruhyati ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri  imas.Idah widaningsih, Nikah , , Bachrudin
22.    Ade muhlihat ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra imas.Idah widaningsih, Nikah , , Bachrudin
23.    Dewi rusmiati ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas. Idah widaningsih , Nikah , , Bachrudin
24.    Moch.cecep muhtar ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra Imas.Idah widaningsih , Nikah , , Bachrudin
25.    Jejeh zena fauziah( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Hj.Napisah,Nikah, Bp.H.Abidin 
26.    Yana Fariza( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas.Hj.Napisah, Nikah, Bp.H.Abidin 
27.    Agan Ganisa, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas.Hj.Napisah, Nikah, Bp.H.Abidin 
28.    Aty Rohaeti, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas.Hj.Napisah ,Nikah, Bp.H.Abidin 
29.    Ratih Satianah, ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas.Hj.Napisah ,Nikah, Bp.H.Abidin 
30.    Ayu Agung Aprilia Rukmiah ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri Imas.Hj.Napisah,Nikah, Bp.H.Abidin 
31.    Sugih Sugiana ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri R. H.Asep ,Nikah, Hj.Iyay
32.    Uup Ulup ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra R.H.Asep , Nikah, Hj.Iyay
33.    Ade Aang ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putra R.H.Asep ,Nikah, Hj.Iyay
34.    Putri ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri R.H.Asep,Nikah, Hj.Iyay
35.    Dewi ( Cucu Mama Eyang Adroi ) Putri R.H.Asep,Nikah,Aan
               
(Turunan Ke.4.Cigondewah) Cicit-Cicit Mama Eyang Adroi
1.       Surya Laksmana ( Cicit Mama Eyang Adroi )Putra  Dedy Kurnia  Nikah Suryatini
2.       Afid hasbullah ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Dedy Kurnia  Nikah Suryatini
3.       Bagza Pratama Wibisana( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Wahyu Wibisana Nikah Hj.Dedeh Faridah
4.       Dhicka Tjipta Wibisana( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Wahyu Wibisana Nikah Hj.Dedeh Faridah
5.       Bayu Hidayat Permana Wibisana( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Wahyu Wibisana Nikah Sri Lestari Wisyastuti
6.       Keyla Aura Shefa Wibisana( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Wahyu Wibisana Nikah Tuti Amaliya Sari
7.       Asep ( Cicit Mama Eyang Adroi ) Putra Endang Subarnas Nikah Suminah
8.       Ayi( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Endang Subarnas Nikah Suminah
9.       Iin( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Endang Subarnas Nikah Suminah
10.    Toufik Hidayat ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Ai Kuraesin Nikah Ujang Karyana
11.    Bagus ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Dede Rohaeni Nikah Saryanto Yudi
12.    Bimo ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Dede Rohaeni Nikah Saryanto Yudi
13.    Bintang ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Dede Rohaeni Nikah Saryanto Yudi
14.    Pandu ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Dede Rohaeni Nikah Deny

15.    Niko, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Euis rohmah Nikah Tjetep Sahroni
16.    Koni( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Euis rohmah Nikah Tjetep Sahroni
17.    Firda, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Ade rukmanah
18.    Eki a hidayat, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Deden rukmana Nikah Liya Rukmana
19.    Ishsan rasyid rukmana, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Deden rukmana Nikah Liya Rukmana
20.    Rafli nuhgraha rukmana( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Deden rukmana Nikah Liya Rukmana
21.    Ninda. ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Ujang mulyana

22.    Aprian ahmadi saputra, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Endang budiman, Nikah Gaharini lies triyanti
23.    Muh.rifky rifai , ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Endang budiman, Nikah Gaharini lies triyanti
24.    Radita rahman perdana , ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Neny ruhyati. Nikah Ano sumarno
25.    Ocxylatoria dwi aryani, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Neny ruhyati. Nikah Ano sumarno
26.    Ridwan darmawan , ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Ade muhlihat. Nikah Ati mulyati
27.    Ramdan ramadan, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Ade muhlihat. Nikah Ati mulyati
28.    Denanda syahnurreza auladi ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra, Dewi rusmiati p, Nikah Dede ubay auladi
29.    Debylla qaranusheva auladi , ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Dewi rusmiati p, Nikah Dede ubay auladi
30.    Devia rezka mauladika auladi , ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Dewi rusmiati p, Nikah Dede ubay auladi
31.    Decyka divana putri auladi, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Dewi rusmiati p, Nikah Dede ubay auladi
32.    Ikhsan, ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Moch.cecep muhtar, Nikah Nanin

33.    Eka Ratnaningrum ( Cicit Mama Eyang Adroi ) Putra Aceng Makmun
34.    Muhammad Irfan Makmun ( Cicit Mama Eyang Adroi)PutraAceng Makmun          
35.    .Cahya Kamila Fauziah ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Jejeh zena fauziah
36.    Evan Sandysa Rochmana ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Agan Ganisa
37.    Jovan Mahardika Rochmana ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putra Ratih Satianah
38.    Hazel Adhika ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri  Aty Rohaeti
39.    Elvaretta Bintang Amira ( Cicit Mama Eyang Adroi) Putri Ayu Agung Aprilia Rukmiah

(Turunan Ke.5.Cigondewah) Kapi buyut Mama Eyang Adroi

Cut Nabila Safiya Azzahra Putri Muhammad Irfan Makmun ( Kapi Buyut )
Bintang Putri Muhammad Irfan Makmun( Kapi Buyut )